width=
width=

Revisi UU PMI Dikritik, Aktivis Soroti Regulasi dan Tata Kelola

Foto langsung PMI

MDI.NEWS – Pegiat buruh migran dari Migrant Watch, Hendra Setiawan, menegaskan bahwa revisi Undang-Undang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia harus lebih adaptif dan responsif terhadap dinamika pasar kerja global.

Pernyataan tersebut disampaikan dalam diskusi yang diselenggarakan oleh Jaringan Aktivis Migran Indonesia (Jamin) bertajuk “Menggugat Penempatan Pekerja Migran Indonesia” pada Jumat, 28 Februari 2025, di Gedung Joang 45, Jakarta.

Hendra menilai bahwa regulasi yang terlalu kaku seperti yang berlaku saat ini justru berisiko menghambat kesempatan masyarakat untuk bekerja secara legal di luar negeri.

“Revisi undang-undang yang sedang dibahas harus benar-benar mempertimbangkan kondisi di lapangan. Jangan sampai kebijakan yang dibuat malah memperlemah perlindungan PMI dan menghilangkan peluang bagi pekerja dengan keterampilan menengah dan tinggi untuk bekerja secara resmi,” ungkapnya.

Dalam kesempatan yang sama, Adi Kurniawan dari BaraNusa mengkritik kebijakan pemerintah yang meningkatkan status Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) menjadi Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (KP2MI). Menurutnya, perubahan tersebut lebih bernuansa politik dibandingkan berorientasi pada perlindungan tenaga kerja migran.

“Perubahan BP2MI menjadi kementerian lebih terasa sebagai upaya bagi-bagi kekuasaan. Tidak masuk akal jika KP2MI memiliki dua menteri, sementara di sisi lain, efisiensi terus disuarakan. Ini bukan solusi, melainkan pemborosan anggaran. Saya menilai KP2MI gagal dalam menjalankan tugasnya,” kata Adi.

Selain itu, Eko Yulianto, seorang mantan pekerja migran Indonesia, mengungkapkan bahwa permasalahan utama yang dihadapi PMI adalah terkait dengan penempatan yang dilakukan di luar jalur resmi pemerintah. Hal ini turut memperparah berbagai persoalan yang ada saat ini, termasuk eksploitasi terhadap sesama warga negara Indonesia di luar negeri.

“Masalah yang sering muncul adalah penempatan yang dilakukan di luar sistem pemerintah, yang pada akhirnya menjadi akar dari berbagai persoalan yang ada. Selain itu, masih terjadi eksploitasi terhadap PMI oleh sesama WNI sendiri,” ujar Eko.

Ia juga menyoroti bahwa beberapa negara tujuan, seperti Arab Saudi, sering kali tidak menganggap keberadaan PMI sebagai tanggung jawab mereka. Oleh karena itu, sebelum menetapkan aturan atau membuka skema penempatan baru, Eko menekankan perlunya pemerintah menyelesaikan berbagai persoalan yang masih ada saat ini.

Penulis: Shalma

banner 1600x1200