width=
width=

Diduga Terjadi Malapraktik di RS Tiara Babelan Kabupaten Bekasi

MDI.NEWS, Bekasi – Sebuah insiden yang diduga sebagai tindak malapraktik medis terjadi di RS TIARA yang beralamat di Jl. Raya Babelan No.63, Kelurahan Kebalen, Kecamatan Babelan, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Kasus ini melibatkan seorang balita, anak dari Bapak Saman, yang diduga menjadi korban kelalaian pihak rumah sakit.

Saat tim media mendatangi RS TIARA untuk melakukan konfirmasi, mereka disambut oleh seorang petugas keamanan perempuan tanpa identitas jelas. Tim diarahkan untuk mengisi buku tamu dan menyampaikan maksud kedatangan.

Selanjutnya, tim dipertemukan dengan seorang wanita yang mengaku sebagai Kepala Customer Service RS TIARA, namun tidak memperkenalkan diri secara resmi. Saat ditanya mengenai kapasitas untuk memberikan hak jawab, ia justru menjawab, “Ada keperluan apa?”

Setelah dokumen dan data dugaan malapraktik ditunjukkan, petugas tersebut tampak bingung dan meminta waktu untuk menghubungi manajemen. Tim media sempat diminta menunggu di sebuah ruangan, namun karena waktu tunggu yang terlalu lama, akhirnya berpindah ke ruang tunggu pasien.

Ketika hendak berpamitan, seorang pria menghampiri, disusul oleh wanita customer service yang kini bersikap kurang kooperatif. Tim kemudian diarahkan ke ruangan lain dan dipertemukan dengan seorang pria berinisial R, yang mengaku sebagai Humas RS TIARA, namun tidak menunjukkan identitas resmi.

Ironisnya, meskipun pihak rumah sakit tidak menunjukkan identitas, tim media justru diminta memperlihatkan Kartu Tanda Anggota (KTA) dan bahkan difoto.

Dalam pertemuan tersebut, tim media menyampaikan tiga pertanyaan utama:

1. Apa diagnosis pasti terhadap kondisi balita hingga menyebabkan dugaan malapraktik?

2. Bagaimana klarifikasi RS terhadap laporan resmi yang sudah diterima Polres Metro Bekasi dengan nomor STTLP/B/1661/V/2025/SPKT/POLRES METRO BEKASI/POLDA METRO JAYA tertanggal 2 Mei 2025?

3. Apa penjelasan terkait notulensi kesepakatan antara RS TIARA, kuasa hukum korban (AA, SH), dan kuasa hukum RS TIARA (LIP)? Dokumen tersebut tidak menggunakan kop surat resmi, tanpa tanda pengesahan maupun dasar hukum yang jelas.

Setelah ketiga pertanyaan tersebut diajukan, suasana ruangan menjadi tegang. Ekspresi R berubah, dan tidak satu pun pertanyaan dijawab secara substansial. Ia hanya menyatakan bahwa seluruh klarifikasi akan disampaikan oleh LIP selaku kuasa hukum RS TIARA.

Hal ini menimbulkan pertanyaan lebih lanjut mengenai legalitas dan kapasitas hukum dari LIP sebagai perwakilan resmi rumah sakit.

Sementara itu, ketika dikonfirmasi melalui telepon, UD, ibu dari balita korban, mengaku kebingungan dengan isi notulensi yang ditandatangani bersama pihak RS, kuasa hukum korban, dan tenaga medis. Dengan suara terbata-bata, ia hanya berkata, “Bagaimana ya?”

Mengingat seriusnya dugaan ini, pihak keluarga korban berharap agar Dinas Kesehatan Kabupaten Bekasi, Ikatan Dokter Indonesia (IDI), serta Aparat Penegak Hukum dan Perlindungan Anak (APH-PPA) segera turun tangan mengevaluasi dan mengambil tindakan tegas terhadap RS TIARA. Hal ini penting demi mencegah kejadian serupa terjadi di rumah sakit lain di masa mendatang. (Red)

 

banner 1600x1200