width=
width=
HUKUM  

Vonis Penjara untuk Pengguna Narkoba, Kuasa Hukum: Negara Gagal Terapkan Rehabilitasi

MDI.NEWS | Jakarta – Putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terhadap Taqiyuddin Hilali memicu kritik tajam dari tim kuasa hukumnya. Dalam sidang yang digelar pada Senin, 26 Mei 2025, Majelis Hakim yang diketuai Daniel Ronald, S.H., M.Hum., menjatuhkan hukuman empat tahun penjara kepada Taqiyuddin atas dakwaan penyalahgunaan narkotika.

Kuasa Hukum Taqiyuddin: Negara gagal terapkan rehabilitasi.

Vonis ini dinilai mencederai semangat Undang-Undang Narkotika yang sejatinya menempatkan pengguna sebagai korban, bukan pelaku kriminal.

 

Penasihat hukum dari kantor Akhyar Hendri & Partner Law Office, yang terdiri dari Irfan Akhyar, S.H., M.H., Hendri Yudi, S.H., M.H., dan Muksin, S.H., menyatakan kekecewaannya atas vonis tersebut. Mereka menyebut negara gagal menjalankan mandat Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, khususnya Pasal 127, yang mengamanatkan pendekatan rehabilitatif terhadap penyalahguna narkotika.

 

“Kami sangat menyayangkan putusan ini. Undang-undang secara jelas mengarahkan pengguna narkoba untuk direhabilitasi, bukan dipenjara. Negara seharusnya hadir memberikan perlindungan dan pemulihan, bukan menghukum korban,” ujar Irfan Akhyar kepada media usai persidangan.

 

Persidangan Diwarnai Kejanggalan Prosedural

Selain substansi putusan yang dinilai keliru, tim kuasa hukum juga mengkritisi jalannya proses persidangan. Salah satu sorotan utama adalah ketidakhadiran langsung Jaksa Penuntut Umum (JPU) Saparina Syapriyanti dalam beberapa tahapan penting persidangan, termasuk saat pembacaan pledoi dan sidang putusan.

 

“Ketidakhadiran jaksa adalah bentuk kelalaian serius. JPU adalah representasi negara dalam menuntut perkara pidana. Ketika ia tidak hadir dalam momen-momen penting, ini menunjukkan ketidakseriusan dalam menegakkan keadilan,” tegas Irfan.

 

Kejanggalan berikutnya adalah tidak diperlihatkannya barang bukti yang menjadi dasar penangkapan dan penuntutan terhadap klien mereka. Tim kuasa hukum menilai hal ini melanggar prinsip transparansi dalam proses peradilan.

 

“Kami tidak mengatakan barang bukti itu hilang. Tapi faktanya, sejak awal persidangan hingga putusan dibacakan, barang bukti tidak pernah dihadirkan atau diperlihatkan. Ini sangat merugikan posisi terdakwa dan mencederai keadilan,” lanjutnya.

 

Galih Ardani: Pengedar yang “Hilang” dari Proses Hukum

Dalam pernyataannya, kuasa hukum juga menyinggung sosok Galih Ardani, yang diduga kuat sebagai pengedar narkotika dalam kasus ini. Berdasarkan informasi yang diperoleh tim kuasa hukum, Galih sempat diamankan petugas karena ditemukan bukti transaksi. Namun secara mengejutkan, Galih dibebaskan tanpa kejelasan proses hukum, dan bahkan tidak pernah dihadirkan sebagai saksi di persidangan.

 

“Ini sangat janggal. Pengedar dilepas, sementara korban penyalahgunaan justru dihukum. Kami meminta Polres Metro Jakarta Selatan membuka dan menjelaskan status hukum Galih Ardani. Mengapa dia tidak ditahan, tidak diadili, dan tidak dihadirkan sebagai saksi?” tanya Irfan dengan nada tegas.

 

Ajukan Banding dan Dorong Reformasi Hukum Narkotika

Atas putusan tersebut, tim kuasa hukum menegaskan akan mengajukan upaya banding. Mereka menilai bahwa vonis terhadap Taqiyuddin tidak hanya salah secara hukum, tetapi juga tidak mencerminkan asas keadilan substantif yang seharusnya menjadi landasan dalam sistem peradilan pidana.

 

“Kami akan banding. Ini bukan hanya soal membela satu orang, tapi soal memperjuangkan prinsip hukum yang benar. Pendekatan represif terhadap korban penyalahgunaan narkotika telah terbukti gagal. Yang dibutuhkan adalah pendekatan medis, psikologis, dan sosial,” tegas Irfan.

 

Seruan untuk Reformasi Sistemik

Menutup keterangannya, Irfan Akhyar menyerukan perlunya reformasi sistemik dalam penanganan kasus narkotika di Indonesia. Ia meminta semua pemangku kepentingan, mulai dari aparat penegak hukum, pengadilan, hingga Badan Narkotika Nasional (BNN), duduk bersama untuk mengevaluasi dan merumuskan kebijakan yang lebih manusiawi dan adil.

 

“Perang terhadap narkoba jangan dijadikan dalih untuk melanggengkan ketidakadilan. Pengguna adalah korban. Sudah saatnya sistem hukum kita memprioritaskan pemulihan, bukan penghukuman semata,” pungkas Irfan.

 

Reporter: Dudung
Editor: Redaksi MDI.NEWS

Editor: Dudung
banner 1600x1200